Senin, 26 Mei 2008

Di Granada, Berakhirnya Kejayaan itu D

Disebabkan oleh berbagai konflik internal dan perebutan kekuasaan di antara penguasa-penguasa Muslim, maka Raja Ferninand and isterinya Ratu Isabella berhasil menaklukkan kekuasaan Islam dengan konsekwensi yang sangat suram dalam perjalanan sejarah umat. Pemaksaan konversi ke agama Katolik atau eksekusi msssal dan pengusiran paksa. Bahkan semua bekas-bekas peninggalan Islam dibakar atau dikonversi menjadi pusat-pusat agama Katolik.

Sebagai misal, Ibnu Massarah diasingkan, Ibnu Hazm diusir dari tempat tinggalnya di Majorca, kitab-kitab karya Imam Ghazali dibakar, ribuan buku dan naskah koleksi perpustakaan umum al Ahkam II dihanyutkan ke sungai. Ibnu Tufail, Ibnu Rushdy disingkirkan. Nasib yang sama, juga dialami Ibnu Arabi.

Pada pertengahan abad ke-16 terjadilah pemaksaan besar-besaran secara kejam terhadap orang-orang Yahudi dan Muslimin untuk menganut agama Katholik, yang terkenal dalam sejarah sebagai “Spanish Inquisition”.
Pada masa itu keadaan orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam sangat menyedihkan, karena penganiayaan dari pihak Gereja Katolik Roma yang dilaksanakan oleh inkuisisi tersebut.

Ada tiga macam sikap orang-orang Yahudi dan orang-orang Islam dalam menghadapi inkusisi itu. Pertama, yang tidak mau beralih agama. Akibatnya mereka disiksa kemudian dieksekusi dengan dibakar atau dipancangkan di kayu-sula. Kedua, beralih agama menjadi Katholik Roma. Mereka diawasi pula apakah memang serius dalam konversi atau sekedar mencari penyelamatan. Kelompok orang Islam yang beralih agama itu disebut kelompok “Morisko”, (Moorish adalah penyebutan bagi kaum Muslim di Spanyol. Ketiga melarikan diri dengan hijrah menyeberang Laut Atlantik yang dahulunya dinamakan Samudra yang gelap dan berkabut menuju Afrika Utara di bawah Khilafa Utsmaniyah.

Penganiayaan itu mencapai puncaknya semasa Paus Sixtus V (1585-1590). Raja Spanyol Carlos V mengeluarkan dekrit pada tahun 1539 agar mereka yang masih mempertahankan keislamannya dihukum bakar dan dieksekusi di kayu salib. Yang kedua dekrit itu diratifikasi pada 1543, dan disertai perintah pengusiran Muslimin keluar dari jajahan Spanyol secara total di seberang laut Atlantik.

Oya, petaka Perang Salib juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, al-Quds, Ghazzah, Asqalan, dan kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka. Salah seorang sejarawan menaksir, buku-buku yang dimusnahkan tentara Salib Eropa di Tripoli sebanyak tiga juta buah.

Pendudukan Spanyol atas Andalusia juga telah membuat kita kehilangan perpustakaan-perpustakaan besar yang diceritakan sejarah dengan mencengangkan. Semua buku dibakar oleh pemeluk-pemeluk agama yang fanatik. Bahkan buku-buku yang dibakar dalam sehari di lapangan Granada menurut taksiran sebagian sejarawan berjumlah satu juta buku. (Dr. Mustafa as-Siba’i, Peradaban Islam; Dulu, Kini dan Esok, hlm. 187)

Granada tinggal kenangan, sejak berkecamuknya Perang Salib. Tepat pada 2 Januari 1492, Sultan Islam di Granada, Abu Abdullah, untuk terakhir kalinya melihat Al Hambra. Granada, benteng pertahanan terakhir ummat Islam jatuh pada 1492. Sekadar untuk tahu bahwa Granada, kota yang terletak di selatan kota Madrid, ibukota Spanyol sekarang, adalah salah satu pusat ilmu pengetahuan Islam yang agung dan tergolong dalam kawasan lainnya yang tak kalah menarik dan bersejarah setelah Andalusia, Cordova, Balansiah, Bahrit, Ichiliah, Tolaitalah dan yang lainnya. Granada juga masyhur sebagai kiblat yang menjadi tumpuan harapan para pelajar yang datang dari segenap kawasan yang berada di sekitar Granada, baik kaum muslimin maupun nonMuslim. Pusat pengkajian yang masyhur di Granada adalah al-Yusufiah dan an-Nashriyyah.

Di sini, juga telah melahirkan banyak ilmuwan muslim yang terkenal. Di antaranya Abu al-Qasim al-Majrithi sebagai pencetus kebangkitan ilmu astronomi Andalusia pada tahun 398 Hijriah atau sekitar tahun 1008 Masehi. Beliau telah memberikan dasar bagi salah satu pusat pengkajian ilmu matematika yang masyhur. Selain beliau, Granada juga masih memiliki sejumlah ilmuwan dan ulama terkenal, di antaranya adalah al-Imam as-Syatibi, Lisanuddin al-Khatib, as-Sarqasti, Ibnu Zamrak, Muhammad Ibnu ar-Riqah, Abu Yahya Ibnu Ridwan, Abu Abdullah al-Fahham, Ibnu as-Sarah, Yahya Ibnu al-Huzail at-Tajiibi, as-Shaqurmi dan Ibnu Zuhri. Di kalangan perempuan tercatat nama-nama seperti Hafsah binti al-Haj, Hamdunah binti Ziad dan saudaranya, Zainab.

Amat wajar dong kalo ilmuwan sekelas Emmanuel Deutch berkomentar, “Semua ini memberi kesempatan bagi kami (bangsa Barat) untuk mencapai kebangkitan (renaissance) dalam ilmu pengetahuan modern. Oleh karena itu, sewajarnyalah jika kami selalu mencucurkan airmata manakala kami teringat saat-saat terakhir jatuhnya Granada.” (M. Hashem, Kekaguman Dunia Terhadap Islam, hlm. 100)

Granada adalah benteng terakhir kaum muslimin di Andalusia (Spanyol) yang jatuh ke tangan bangsa Eropa yang kafir. Semoga Islam kembali memimpin dunia. Mencerahkan dan menjadi “rahmatan lil ‘alamin”. Yup, Islam yang memberikan masa depan dunia dengan lebih cerah.

Tidak ada komentar: